HIKAM 9
Kang Ulil menulis di fp facebooknya :
SEGALANYA BERMULA
DARI HATI KITA
Syekh Ibn Ataillah berkata:
Tawwa’at ajnas al-a’mal bi tanawwu’ waridat al-ahwal.
Terjemahannya:
Amal dan pekerjaan kita berbeda-beda kualitas dan jenisnya karena perbedaan keadaan spritual yang kita alami.
Kebijaksanaan Ibn Ataillah yang sangat sederhana ini memiliki
makna yang mendalam. Saya akan mengupasnya dari sudut pengertian yang umum atau
awam, dan pengertian yang khusus.
Pengertian awam. Apa yang ada dalam hati dan batin kita
menentukan jenis-jenis pekerjaan yang kita lakukan. Pekerjaan kita mencerminkan
suasana hati kita. Pekerjaan lahir hanyalah seperti baju luar. Ia tidak berdiri
sendiri, melainkan ditentukan oleh pikiran, hati dan niat kita.
Karena itu, tugas seorang beriman adalah bukan membiarkan
seluruh perhatiannya diserap oleh hal-hal yang sifatnya lahir. Sebab yang
nampak di permukaan, yang kelihatan di luaran, hanyalah cerminan dari hal-hal
yang sifatnya batiniah itu. Seorang beriman seharusnya lebih sibuk
memperhatikan hati, niat, yang ada di dalam batinnya.
Ilmu tasawwuf biasa disebut sebagai kedokteran roh, jiwa atau
batin (tibb al-arwah atau al-tibb al-ruhani). Sementara kedokteran yang
dipraktekkan oleh para dokter di rumah sakit adalah kedokteran badan (tibb
al-ajsad). Sebagaimana badan kita harus diobati jika sakit, begitu juga roh dan
batin kita juga harus dirawat dan diobati saat mengalami ketidak-beresan.
Kedokteran batin jauh lebih penting daripada kedokteran badan,
meskipun kedokteran badan tampak lebih mentereng dan mewah, dengan bangunan
rumah sakit yang “magrong-magrong”, yang besar. Sebab jiwa lah yang
mengendalikan badan. Jika badan telah kita sehatkan di rumah sakit melalui
kedokteran badan, tetapi jiwa dan batin masih sakit, maka badan yang sehat itu
bisa dipakai untuk melakukan hal-hal yang destruktif.
Karena itulah, ilmu olah batin menjadi penting agar kita bisa
menata jiwa kita sehingga ia bisa menjadi pengendali yang baik bagi badan.
Nabi bersabda: Ingatlah, dalam diri kita ada seonggok daging.
Jika ia baik, maka seluruh badan juga baik. Jika ia buruk, seluruh badan juga
buruk.
Banyak penyakit fisik yang sumbernya bukan dari badan yang
sedang tak sehat. Melainkan dari hati dan kondisi mental yang buruk. Sikap
hidup yang negatif, negative thinking, bisa membuat kita sakit secara fisik,
selain sakit jiwa.
Karena itu, menata hati dan mengkondisikannya agar sehat dan
bugar jauh lebih penting dari merawat badan. Sebab semuanya bermula dari hati
dan batin kita. Ini bukan berarti merawat badan tak penting. Sebab, dalam badan
yang sehat juga terdapat batin dan jiwa yang sehat.
Kebijaksanaan ini hanya mau menunjukkan saja: jangan lengah pada
yang batin, yang tak tampak. Sebab itu mengendalikan tindakan lahir kita.
Pengertian khusus/mistik. Dalam kalangan sufi dikenal istilah
“ahwal”, yaitu kondisi batin seorang pelaku tasawwuf. Ahwal atau kondisi batin
ini tidak bersifat tetap, melainkan berubah-ubah. Perubahan ahwal tercermin
juga pada keadaan lahiriah dalam keadaan seseorang.
Jika seseorang mengalami keadaan yang disebut “qabd”, atau
kondisi batin yang mengkerut, maka itu akan tercermin dalam keadaan
lahiriahnya: yaitu sikap diam dan merasa berat untuk bertindak/beribadah.
Jika hatinya mengalami “basth” atau mekar dan terbuka, maka ia
akan terlihat juga dalam tindakan lahiriahnya. Dia akan merasa bersemangat dan
ringan beribadah.
Jika seseorang mengalami kondisi yang disebut dengan “hirsh”
atau tamak dan loba, maka itu juga akan tercermin dalam kondisi fisiknya. Orang
yang loba dan tamak akan kelihatan grusa-grusu, kemrungsung, ngotot, dan
akhirnya lelah sendiri secara mental. Kelelahan mental itu juga akan tercermin
dalam fisiknya juga. Ia akan tampak lesu dan capek.
Menata ahwal atau kondisi batin ini sangat penting bagi seorang
sufi, sebab ia menentukan martabat dan tingkatan yang bersangkutan.
Apakah seorang sufi disebut ‘abid (seorang yang tekun
beribadah), wari’ (seorang yang menjauhi hal-hal yang secara moral tak bisa
dipertanggungjawabkan, “scrupulous”), zahid (seorang yang menjauhi kemewahan),
atau ‘arif (seorang yang mencapi hakikat hidup dan ketuhanan) – ya, apakah ia
disebut ini atau itu, tergantung sepenuhnya pada ahwal yang ada pada dirinya.
Apa pelajaran yang layak kita petik dari kebijaksanaan Ibn
Ataillah ini?
Karena segala hal bersumber dari hati dan batin kita, maka kita
harus benar-benar merawat dan melatih batin ini agar tertanam di dalamnya
sifat-sifat yang baik, sifat-sifat ketuhanan. Jika seorang beriman bisa
menghiasi batinnya dengan sifat-sifat ini, maka seluruh badannya akan
mengerjakan semua hal yang baik.
Lingkungan sosial yang diisi oleh orang yang
sehat secara mental juga akan menjadi lingkungan yang sehat. Dalam lingkungan
seperti inilah semestinya anak-anak kita dibesarkan, agar saat besar nanti bisa
mengembangkan sifat-sifat ketuhanan dalam dirinya.[]
No comments:
Post a Comment